"Unggul dalam Kualitas Terdepan dalam Prestasi"

Selamat Datang di Blog Kami!!! Media Informasi SMKN 1 Mamuju Utara


Halaman

Sabtu, 13 Agustus 2011

Meneguhkan (Kembali) Ideologi Pancasila


Oleh: Usman, S.Pd
Guru PKN SMKN 1 Mamuju Utara

Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar Negara ataupun ideologi; Namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu “flatform” dalam format dasar Negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman. (Koento Wibisono Siswomihardjo, Kapita Selekta Pendidikan Pancasila terbitan, 2002)

Catatan diatas penulis kedepankan sekedar mengguratkan betapa Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak pernah terlepas dari berbagai tantangan hingga hari ini, disaat memasuki usia ke-66 tahun kelahirannya, sejak pertama kali dikemukakan oleh Presiden Soekarno pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945.

Mendukung asumsi di atas penulis menyitir, Prof Dr Koento Wibisono Siswomihardjo yang secara teoritis pernah mengklasifikasikan tahap-tahap perkembangan Pancasila semenjak ditetapkannya menjadi dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 hingga kini.

Pertama (tahun 1945-1968) merupakan tahap politis. Orientasi pengembangan pancasila diarahkan pada nation and character building. Semangat persatuan dan kesatuan dikobarkan demi survival suatu bangsa dan negara yang baru lahir (kembali), terutama untuk demi tantangan yang muncul baik dari dalam negeri sendiri maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri yaitu pemberontakan PKI/Madiun Affair 1948, DI/TII, PRRI/Permesta dll. Sementara dari luar negeri yaitu perang kemedekaan melawan militerisme Belada 1947 dan 1948 perombakan menuju "negara boneka" dan negara federasi RIS serta tantangan lainnya.

Kedua (Tahun 1969-1994) merupakan tahap "pembangunan ekonomi"sebagai upaya untuk mengisi kemerdekaan melalui program-program secara bertahap dan berkelanjutan dalam rangka Pembangunan jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasi pengembangan Pancasila pada masa ini diarahkan pada bidang ekonomi, yang cenderung menjadikan ekonomi sebagai "ideologi" dengan berbagai pengorbanan yang harus kita bayar sebagai "bayarannya yang sangat mahal".

Pada masa ini Pancasila sebagai dasar Negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya komunisme, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kepitalisme dengan watak multi transnasional di bidang iptek, sosial-ekonomi, dan politik disertai strategi budaya sebagai faktor pendukungnya; disamping “hantu” KKN dan kronisme yang dimunculkan oleh kelompok elit sendiri yang sedang berkuasa di dalam pemerintahan.

Ketiga, Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repotioning" pancasila. Berbeda dengan 55 tahun yang lalu, dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia khususnya di abad XXI sekarang ini.

Hakikat globalisasi sebagai kenyataan subyektif, menurut Koento menunjukkan suatu proses dalam kesadaran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkan sebagai keyataan obyektif globalisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi yang penuh dengan paradoks. Paradoks antara universalitas versus pluralisasi, integrasi versus fragmentarisasi, kompetisi versus kooperasi, dan lain sebagainya gejalanya ditafsirkan oleh John Naisbitt.
******

Melirik tahapan perkembangan Pancasila ala Koento Wibisono, mestinya pada masa ini Globalisasi menjadi tantangan terbesar yang dihadapi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Tapi realitas justeru menunjukkan kondisi yang berpunggungan. Alih-alih fokus terhadap ancaman globalisasi, Pancasila justeru masih ketat berkutat dengan ronrongan yang tak pernah habis dari dalam negeri.

Sebutlah misalnya Radikalisme agama berupa ancaman teroris yang tak habis-habisnya. Teror bom yang tak pernah usai diberitakan di Media, Perampokan, hingga Penembakan Polisi yang diduga dilakukan oleh anggota jaringan teroris. Teranyar dan masih hangat dibicarakan sampai hari ini yakni adanya ancaman Negara Islam Indonesia. Gerakan ini ditandai dengan Maraknya kasus orang hilang di wilayah jawa tengah, Yogyakarta, Jakarta, Bogor dan kota lain.

Menarik Untuk disimak bahwa kasus NII yang belakangan muncul justeru banyak berasal dari kampus. yang menjadi korbannya pun kalangan pelajar. Tidak hanya Pelajar sekolah menengah tapi juga mahasiswa.

OPTIMALISASI PERAN PENDIDIKAN PANCASILA

Maraknya Kasus Negara Islam Indonesia dianggap sebagai serangan terhadap Ideologi Pancasila. Mahfud MD dalam sebuah dialog di salah satu Stasiun TV Swasta, Rabu, (4/5) pagi menyebutkan bahwa Gerakan NII yang merebak akhir-akhir ini merupakan serangan terhadap ideologi pancasila. Dan serangan terhadap ideologi harus dilawan dengan ideologi.

Serupa, Pengamat Intelijen Wawan H Purwanto (KOMPAS.com, 30 April 2011), menyebutkan bahwa pendekatan yang dilakukan untuk meredam nilai-nilai penipuan ala NII tak bisa dilakukan dengan kekerasan. Gerakan NII harus dilawan dengan pendekatan hukum dan kontraideologi, baik oleh keluarga, institusi pendidikan dan pemerintah.

Tapi yang terpenting adalah kontra ideologi. Sekarang banyak orang malu mengakui Pancasila sebagai dasar Negara. Itu katanya produk Orba, pada hal pancasila sudah ada sebelum Indonesia berdiri. Oleh karena itu, kontra ideologi melalui pancasila ini bisa jadi obat penawar dari gerakan massif NII yang sekarang mencuat.

Setali tiga uang,Direktur Eksekutif Moderate Muslim Society, Zuhaeri Misrawi (KOMPAS.com/30 April 2011) mengatakan penanaman yang kuat tentang nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila bisa menjadi salah satu upaya deradikalisasi dalam masyarakat. Dan ini menjadi tugas pemerintah untuk memberikan pemahaman UUD 1945 kepada seluruh warga Negara terutama dalam usia yang sangat muda. Menanamkan nilai-nilai pancasila harus sejak dini.

Dari beberapa pendapat di atas maka teranglah bahwa adanya ronrongan terhadap ideologi pancasila akhir-akhir ini, baik itu berupa terorisme maupun ancaman dalam bentuk Negara Islam Indonesia harus dilawan dengan Ideologi Pancasila. Dalam pada itu, Peranan lembaga pendidikan dirasakan menjadi sangat urjen sebagai tempat untuk menanamkan ideologi kepada anak sejak usia dini.

Hanya saja, banyaknya pelajar dan mahasiswa yang menjadi korban Negara Islam Indonesia saat ini, mengguratkan fakta bahwa sejauh ini lembaga yang kita harapkan telah gagal menanamkan ideologi bagi anak-anak kita. Atau dengan kata lain upaya menanamkan ideologi pancasila yang terintegrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan kepada anak-anak kita tidak cukup ampuh untuk menangkal adanya serangan dari ideologi lain.

Maka terasa wajar jika Wakil Ketua MPR Haryanto Y Thohary (KOMPAS.com, Sabtu 28 Mei 2011) meminta Pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional untuk mengembalikan pendidikan pancasila. Selain sebuah distorsi, peleburan pendidikan pancasila menjadi Pendidikan kewarganegaraan dinilai sebagai bentuk penyederhanaan pendidikan Pancasila itu sendiri.

Karenanya Kemdiknas harus kembali menghidupkan Pendidikan Pancasila, yang harus disajikan lebih aktual, tidak monoton, bukan hanya berbentuk monolog yang membosankan. Harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor yang mencerahkan di kehidupan masyarakat.
Dari sisi yang lain, harus dimafhumi bahwa setiap proses pembelajaran harus meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (pengamalan). Begitu pula dengan penanaman ideologi Pancasila harus menjalankan ketiga aspek tersebut secara seimbang. Kita harus meninggalkan model pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek kognitif.

Bagian terpenting penanaman ideologi pancasila di dunia pendidikan saat ini, menurut Praktisi pendidikan, Arief Rahman (Kompas.com/ 06 Mei 2011) tidak hanya meliputi materi tetapi juga sikap-sikap yang dibentuk dalam nilai Pancasila itu sendiri. Pasalnya meskipun seorang anak diberi mata pelajaran tersebut belum tentu anak itu menjadi seorang pancasilais. Jadi tidak cukup hanya mengajarkan materi , yang terpenting adalah mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam contoh-contoh problematik saat ini.


1 komentar:

  1. Ada yang bisa saya baca artikel SMKN 1 Mamuju Utara, contoh sejarah berdirinya sekolah, jumlah jurusan, fasilitas atau yang membahas tentang sekolah tersebut?

    BalasHapus